Tidak semua tim yang bekerja bersama benar-benar berfungsi sebagai tim. Banyak organisasi memiliki individu yang sangat kompeten, namun hasil kolaborasi tidak selalu mencerminkan potensi terbaik mereka. Mengapa demikian? Karena yang menentukan efektivitas sebuah tim bukan hanya kemampuan individu, melainkan seberapa baik mereka bekerja bersama.
Kinerja tim sering kali terhambat bukan oleh kurangnya kemampuan, tetapi oleh adanya dysfunction — hambatan terselubung dalam dinamika tim yang mengikis kepercayaan, menghambat komunikasi, dan menurunkan komitmen. Memahami dan mengatasi dysfunction ini adalah langkah penting untuk membangun tim yang solid, produktif, dan saling percaya.
- Absence of Trust – Tidak Adanya Kepercayaan
Kepercayaan adalah fondasi dari setiap tim yang efektif. Tanpa kepercayaan, anggota tim enggan terbuka, takut menunjukkan kelemahan, dan cenderung menyembunyikan kesalahan. Akibatnya, komunikasi menjadi dangkal dan kerja sama sulit terjalin secara otentik.
Membangun kepercayaan membutuhkan waktu, namun bisa dimulai dari hal sederhana: keterbukaan, kerendahan hati, dan konsistensi. Ketika pemimpin menunjukkan vulnerability — mengakui bahwa mereka pun bisa salah — anggota tim akan merasa lebih aman untuk melakukan hal yang sama.
- Fear of Conflict – Takut Terjadi Konflik
Banyak tim menganggap konflik sebagai hal negatif, padahal konflik yang sehat justru mendorong pertumbuhan dan inovasi. Ketika anggota tim takut berdebat atau menyampaikan perbedaan pendapat, ide-ide terbaik tidak pernah muncul ke permukaan.
Tim yang efektif bukanlah tim yang tanpa konflik, tetapi tim yang mampu mengelola konflik dengan rasa hormat dan tujuan bersama. Konflik yang sehat mendorong transparansi, memperkuat keputusan, dan memperdalam komitmen tim.
- Lack of Commitment – Kurangnya Komitmen
Kurangnya komitmen sering kali terjadi karena tidak adanya keterlibatan penuh dalam proses pengambilan keputusan. Ketika anggota tim tidak memiliki kesempatan untuk menyuarakan pandangannya, mereka sulit merasa memiliki terhadap keputusan yang dibuat.
Untuk membangun komitmen, pemimpin perlu memastikan setiap anggota didengar sebelum keputusan diambil. Komitmen bukan tentang selalu setuju, tetapi tentang kesediaan mendukung keputusan bersama setelah melalui proses diskusi yang terbuka.
- Avoidance of Accountability – Enggan Bertanggung Jawab
Dalam tim yang disfungsional, anggota sering enggan menegur rekan kerja yang tidak memenuhi ekspektasi. Mereka takut merusak hubungan atau menciptakan ketegangan. Namun, tanpa akuntabilitas, standar kinerja akan menurun dan kepercayaan akan terkikis.
Akuntabilitas yang sehat bukan tentang menyalahkan, tetapi tentang menjaga komitmen bersama. Pemimpin dapat memfasilitasi budaya di mana umpan balik dilihat sebagai bentuk kepedulian, bukan kritik pribadi. Ketika setiap orang merasa bertanggung jawab terhadap hasil bersama, rasa kepemilikan meningkat.
- Inattention to Results – Tidak Fokus pada Hasil Bersama
Dysfunction terakhir muncul ketika perhatian anggota tim beralih dari hasil kolektif ke kepentingan pribadi, ego, atau area kerja masing-masing. Fokus tim menjadi terpecah, dan energi tidak lagi terarah pada tujuan bersama.
Pemimpin berperan penting untuk terus menekankan shared goals — hasil yang menjadi tanggung jawab kolektif. Dengan menghubungkan tujuan individu dengan keberhasilan tim, setiap orang dapat melihat bahwa kemenangan sejati adalah ketika tim berhasil bersama.
Membangun Tim yang Fungsional
Mengatasi team dysfunctions bukanlah proses instan. Dibutuhkan kesadaran, komitmen, dan keberanian untuk menghadapi hal-hal yang mungkin tidak nyaman.
Langkah awalnya sederhana namun krusial:
- Bangun kepercayaan melalui kejujuran dan empati.
- Dorong diskusi yang terbuka, meski kadang tidak mudah.
- Libatkan semua anggota dalam pengambilan keputusan.
- Tegakkan akuntabilitas dengan cara yang konstruktif.
- Rayakan pencapaian tim, bukan hanya individu.
Tim yang sehat bukanlah tim tanpa tantangan, melainkan tim yang mampu menghadapi tantangan bersama dengan semangat kolaboratif.
Refleksi untuk Pemimpin
Pemimpin memegang peran kunci dalam menciptakan lingkungan di mana kepercayaan, keberanian, dan akuntabilitas bisa tumbuh. Kepemimpinan yang efektif bukan hanya tentang mengarahkan, tetapi juga tentang memfasilitasi koneksi dan kesadaran bersama.
Pemimpin yang berani terbuka, mendengarkan dengan empati, dan menegakkan komitmen dengan integritas akan membentuk budaya tim yang kuat. Ketika kepercayaan menjadi fondasi, perbedaan menjadi kekuatan, dan hasil menjadi tujuan bersama — tim dapat bergerak dengan energi dan kejelasan yang sama.
Di Resonant Coaching Associates, kami percaya bahwa tim yang hebat tidak terbentuk secara alami — mereka dibangun melalui kesadaran, komunikasi terbuka, dan komitmen bersama. Melalui pendekatan team coaching, kami membantu organisasi mengenali pola team dysfunctions, membangun kembali kepercayaan, dan memperkuat kolaborasi.
Karena ketika sebuah tim belajar untuk saling percaya dan bertanggung jawab, mereka tidak hanya mencapai target — mereka menumbuhkan potensi terbaik satu sama lain.
Butuh pelatihan leadership, team coaching dan Neuro Linguistic Programming?
Hubungi kami :
📞 : 62 877 2215 6882
🌐 : www.resonantcoachings.com | www.nlpresonanceindonesia.com




